twitter
rss




Dalam buku Quantum Learning dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modalitas ini  pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.

1. Visual (belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat.
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Ciri-ciri gaya belajar visual :
1.       Bicara agak cepat
2.       Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3.       Tidak mudah terganggu oleh keributan
4.       Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5.       Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6.       Pembaca cepat dan tekun
7.       Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
8.       Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9.       Lebih suka musik dari pada seni
10.    Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.


2. Auditori (belajar dengan cara mendengar)

Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara, berbicara sedang2
 saja.  
Anak yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

Ciri-ciri gaya belajar auditori :
1.       Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
2.       Penampilan rapi
3.       Mudah terganggu oleh keributan
4.       Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
5.       Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6.       Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7.       Biasanya ia pembicara yang fasih
8.       Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9.       Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10.    Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11.    Berbicara dalam irama yang terpola
12.    Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Strategi untuk mempermudah proses belajar
 anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.


3. Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat.
 
Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1.       Berbicara perlahan
2.       Penampilan rapi
3.       Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4.       Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5.       Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6.       Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7.       Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8.       Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9.       Menyukai permainan yang menyibukkan
10.    Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
11.    Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Strategi untuk mempermudah proses belajar
 anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.

Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Bagaimana dengan gaya belajar anak anda?


Tahukah Anda? Pada umur 2-3 tahun, anak Anda mampu mengenali bermacam-macam warna dalam beberapa tahap. Ini tahapnya!

 1. Mengamati perbedaan

 Contoh: bola kuning berbeda dengan bola biru.

 2. Membandingkan persamaan

 Bola merah sama seperti balok merah dan meja merah, tapi tidak sama dengan kursi putih.

 3. Menamai warna

 Anak menyebut dengan benar bahwa warna hijau adalah ‘hijau’. Untuk pengenalan pertama, berikan warna pokok yaitu merah, kuning, dan biru. Setelah ia menguasainya, berikan warna-warna sekunder seperti jingga, ungu, hijau, putih, dan hitam. Warna-warna lain bisa menyusul kemudian.

 Source : www.parenting.co.id


Selaras dengan perkembangan kemampuan bicara, biasanya pada usia 2-3 tahun anak sudah mulai bisa membedakan warna walau masih sering tertukar. Inilah beberapa cara untuk memperkenalkan warna pada anak dengan benar.

Saran: “Menyanyikan lagu ‘Balonku’.” –Diana M., Jatiasih

Manfaat lain: meningkatkan kecerdasan musik dan kecerdasan kinestetik atau gerak, jika dinyanyikan sambil disertai gerakan.

Cara: bergerak mengikuti irama dan syair lagu. Jangan hanya menyanyi, perlihatkan juga warnanya agar anak mengenal warna yang dinyanyikan.

Saran: “Memainkan bola-bola dan balok warna-warni.” –Anna F. Diponegoro, Cimanggis

Manfaat lain: meningkatkan keterampilan motorik kasar dan motorik halus.

Cara: sebar bola dan balok di ruangan, minta si kecil mengumpulkan satu warna. Dengan demikian dia harus bergerak mengelilingi ruangan. Minta pula anak membuat menara atau lingkaran dari bola dan balok agar jari-jarinya terlatih.

Saran: “Mengajak anak memilih warna baju yang ingin dia pakai.” –Wiwien Prihantini, Kranggan

Manfaat lain: meningkatkan keterampilan membuat keputusan dan mengembangkan rasa percaya diri.

Cara: perlihatkan pula kantung atau kancing, untuk melatih ketelitiannya mengamati detail.
Source : www.parenting.co.id


Bermain pura-pura selalu menjadi permainan favorit anak. Secara alamiah anak memang menyukai permainan ini. Hampir semua anak melakukannya sesuai dengan imajinasi dan daya khayal masing-masing.

“Mamam dulu ya… aaa…” Itulah yang dikatakan Prue (1 tahun 8 bulan) pada bonekanya, Dandelion. Seperti ibu yang baik, ia menyuapi bonekanya, menggendongnya dengan selendang, lalu menidurkannya. Ketika si Mbak berbicara agak keras dengannya, ia langsung meletakkan ibu jarinya di atas bibir. “Sssttt… Mbak jangan berisik. Dandel lagi bobo,” bisiknya. Lain kali, Prue akan pura-pura menjadi dokter dan memeriksa pasiennya. Siapa lagi pasiennya kalau bukan Dandel.

Lingkungan pun besar pengaruhnya karena apa yang menjadi imajinasi si kecil biasanya terinspirasi dari apa yang ia lihat atau amati dari sekelilingnya. Kalau ia memiliki kesan mendalam dengan dokter anak yang sering memeriksanya, misalnya, mungkin ia akan senang berpura-pura jadi dokter dan memeriksa ‘pasien’nya yang tak enak badan.

Selain mengasyikkan, permainan ini juga efektif dalam mendukung kesiapan anak untuk sekolah. Sebuah penelitian terhadap anak dan pengasuh yang sering bermain pura-pura dengan melakukan permainan yang melibatkan bentuk, warna, angka, dan bahkan kosa kata maupun bacaan terbukti bahwa cara imajinatif yang mereka gunakan memberi hasil yang berarti dalam mendukung kemampuan membaca anak. Bermain seperti ini juga baik bagi si pengasuh karena terlibat sebagai mitra penuh dalam proses pengasuhan membuat ia bisa dekat dengan anak yang diasuhnya. 

Menurut Susan Linn, penulis The Case for Make Believe: Saving Play in a Commercialized World, bermain pura-pura sebetulnya lebih dari sekadar permainan anak-anak karena sangat penting bagi perkembangan kreativitas, empati, maupun kemampuan belajar dan memecahkan masalah pada anak.

Dengan bermain pura-pura, anak belajar mengalahkan rasa takut, mengeksplorasi bakat, atau mengembangkan impian dan cita-cita. Saat melakukan permainan ini, ia sekaligus akan mengembangkan inisiatif dan tidak hanya sekadar memberi respon yang pasif. Anak juga akan lebih terlatih untuk memberi respon terhadap sesuatu secara jujur dan apa adanya. Karena itu, dukung dia dan luangkan waktu untuk bermain pura-pura dengannya ya, Ma!

Source : www.parenting.co.id


Rasanya lelah sekali, keluh Sisca, dari Cikeas, Bogor. Perjalanan pulang kantor yang luar biasa macet membuatnya ragu apakah ia masih sanggup untuk mendongeng bagi Anjani (4) buah hatinya, malam ini. Itulah dilema para mama bekerja. Tapi melewatkan kesempatan mendongeng untuk balita Anda? Sebaiknya pertimbangkan kembali, Ma.

Tak hanya sekadar cerita pengantar tidur yang menghibur, dongeng juga bisa menjadi sarana yang ajaib untuk menanamkan benih kebaikan sejak kecil. Jadi, dalam setiap cerita, Anda bisa menyisipkan pelajaran tentang apa yang baik dan yang jahat, serta apa yang benar dan tidak benar. Tak berlebihan kalau ada yang mengatakan, bagi anak-anak, apa yang ia dengar, itulah yang akan ia yakini.

Jadi, biarkan ia selalu mendengar dongeng yang tepat dari Anda, Ma. Bertahun-tahun kelak, Anda akan melihat keajaiban dongeng yang Anda perdengarkan untuknya sebagai penebar benih kebaikan.

Saran berikut mungkin akan memudahkan Anda dalam mendongeng:

- Awali dengan gambaran yang menarik. Apa yang dilihat sang putri di atas menara itu? Mengapa ada cahaya berkelap-kelip dari sana? Bagaimana kelelawar itu bisa terbang tanpa suara? Seperti apa keindahan dan keharuman bunga-bunga mawar yang ada di gerbang puri? Tak perlu waktu lama, si kecil Anda sudah akan terbawa dalam imajinasi cerita yang Anda kisahkan.

- Bawa ia ke dalam jalinan cerita yang seru. Di sinilah Anda bisa menyisipkan pelajaran tentang nilai-nilai, seperti berbagi, membantu orang lain, menjaga kejujuran, bersikap ramah dan baik hati, mengucapkan terima kasih, dll. Di bagian ini pula Anda bisa menunjukkan padanya bahwa di dalam kehidupan akan ada ‘masalah’, namun semua itu pasti ada jalan keluarnya.

- Berikan akhir cerita yang bahagia. Anak suka akhir cerita yang bahagia dan kesal atau penasaran jika akhir ceritanya tidak bahagia. Biarkan ia terlelap dalam mimpi yang indah dan tidak diganggu rasa gelisah.

Mudah kan, Ma? Jangan lewatkan kesempatan mendongeng untuknya, ya. Ia pasti akan suka kok, mendengar cerita tentang apapun selama Anda yang mengisahkan untuknya.

Source :www.parenting.co.id